Satu hal sebagai bahan renungan kita. Untuk merenungkan indahnya malam pertama. Tapi bukan malam penuh kenikmatan duniawi semata. Bukan malam pertama masuk ke peraduan Adam dan Hawa.
Justru malam pertama "perkawinan" kita dengan sang maut. Sebuah malam yang meninggalkan isak tangis sanak saudara.
Hari itu, mempelai sangat dimanjakam. Mandipun harus dimandikan. Seluruh badan kita terbuka, tak ada sehelai benangpun menutupinya. Tak ada sedikitpun rasa malu. Seluruh badan digosok dan dibersihkan. Kotoran dari lubang hidung dan anus dikeluarkan. Bahkan lubang-lubang itupun ditutupi kapas putih. Itulah sosok kita. Itulah jasad kita waktu itu.
Setelah dimandikan, kitapun akan dipakaian gaun cantik berwarna putih. Kain itu, jarang orang memakainya.
Karena bermerk sangat terkenal bernama kafan. Wewangian ditaburkan ke baju kita. Bagian kepala, badan dan kaki diikatkan.
Tataplah! Tataplah! Itulah wajah kita.
Keranda pelaminan langsung disiapkan. Pengantin bersanding sendirian.
Mempelai diarak keliling kampung bertandukan tetangga. Menuju istana keabadian sebagai simbol asal usul kita.
Diiringi langkah gontai seluruh keluarga. Serta rasa haru para handai taulan.
Gamelan syahdu bersyairkan adzan dan kalimah kudus.
Akad nikahnya bacaan talkin. Berwalikan liang lahat.
Saksi-saksinya nisan-nisan yang telah tiba duluan. Siraman air mawar pengantar akhir kerinduan.
Dan akhirnya, tiba masa pengantin. Menunggu dan ditinggal sendirian. Untuk mempertanggung jawabkan seluruh langkah kehidupan. Malam pertama bersama "kekasih" ditemami rayap-rayap dan cacing tanah. Di kamar bertilamkan tanah.
Dan ketika 7 langkah telah pergi, kitapun akan ditanyai oleh sang Malaikat.
Kita tak tahu apakah akan memperoleh nikmat kubur ataukah kita akan memperoleh siksa kubur?
Kita tak tahu. Dan tak seorangpun yang tahu.
Tapi anehnya kita tak pernah galau ketakutan. Padahal nikmat atau siksa yang akan kita terima. Kita sungkan sekali meneteskan air mata, seolah barang berharga yang sangat mahal.
Dan Dia, kekasih itu. Menetapkanmu ke surga atau melemparkan dirinu ke neraka Jahannam-Nya.
Tentunya kita berharap menjadi ahli surga. Tapi, sudah pantaskah sikap kita selama ini untuk disebut sebagai ahli surga?
26 Mei 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Another Templates
-::DESCRIPTION
-::DATE
0 komentar:
Posting Komentar